Laman

Minggu, 17 Juli 2016

~Hospitalized Love Stories~


Setiap senin dan kamis saya rutin ke RSU Cut Mutia Lhokseumawe, menemani ayah “hemodialisa” alias cuci darah. Beliau sudah hampir empat tahun “terpaksa” menggunakan “ginjal pengganti” untuk mensterilkan segala racun dalam tubuh. Biasanya mamak yang menemani, saat liburan seperti , saya sepenuhnya mengemban tugas.

Rutinitas ini memberikan banyak sekali pelajaran berarti, baik ilmu medis (tentang hemodialisa khususnya) bahkan ilmu yang tak pernah saya dapatkan dalam bangku kuliah maupun seminar-seminar sekalipun. Salah satunya tentang ketulusan dan kesetiaan pasangan (suami/istri) dan kepedulian keluarga. Pasien gagal ginjal misalnya, mereka itu datang dari berbagai usia (mulai dari anak-anak hingga manula). Setiap 2x/minggu cuci darah, sudah tak bisa melakukan kerja yang berat-berat, tak boleh kecapean, tak boleh banyak minum, kulitnya menjadi hitam legam, kadang mengalami gatal-gatal luar biasa, bahkan susah memiliki keturunan dan lain sebagainya.


Nah, saya melihat banyak pasangan muda (baik istri/suami yang mengidap) yang belum memiliki keturunan, terkadang juga dikasari dan dimarahi (biasanya pasien HD itu darahnya tinggi), tapi luar biasanya (istri/suami) tetap setia bersama. Padahal jika dilihat, pasanganya sudah tak mampu menafkahi secara batin, mungkin juga secara lahir (materi). Dengan sikon ini, bisa saja kan mereka pergi, meninggalkan pasien yang sudah tak bisa diandalkan tak bisa dibanggakan? Namun, pasangan mereka senantiasa setia. Menurut saya itu wooww sekali...warbiyasah!

Lebih parah lagi, kisah ini bisa ditemukan di ruang IGD ataupun ICU. Disana pasien sudah tergolong sekarat. Ditubuhnya dipasang alar-alat medis, nafas tersenggal-senggal dan tak sadarkan diri. Tapi, senantiasa ada pasangan dan anak yang menunggu. Menunggu sadar dari koma, menunggu keajaiban dari Tuhan. Meski banyak yang menghembuskan nafas terakhir disana.
Adakah yang lebih tulus dan setia dari mereka para keluarga pasien? Adakah yang lebih sabar dan ikhlas dari mereka?

Cinta sejati itu tak hanya ada dalam film korea, komik bahkan novel. Tapi bisa kita temukan dekat sekali dengan kita. Jika ingin melihat ketulusan dan kesempurnaan cinta, datanglah ke rumah sakit. Lihatlah di ruang ICU, IGD, ruang inap. Disanalah cinta sebenar-benar dan setulus-tulusnya.

Cinta sejati adalah mereka yang mau menemani saat masa-masa kritis, mereka yang ada untuk menyemangati, mereka yang sangat optimis untuk kesembuhan, mereka yang membersihkan kotoran yang berceceran dimana-mana, mencuci pakaian yang sudah berlumuran darah atau kotoran, sabar memijit dan menyuapi, sabar menunggu siang malam saat koma dan mereka yang tetap menggenggam erat tangan dan mentalqinkan saat Izrail datang. Mereka yang memperjuangkan cinta sehidup sesurga.

Kita bisa belajar dari sabarnya mereka, setianya mereka, kuatnya mereka merawat. Juga belajar dari kepedulian keluarga. Saat seperti ini keluarga dan kolega harus berperan penting untuk menguatkan pasien. Karena sesungguhnya, “Tanpa keluarga, obat terasa tak berguna”. Sebab itulah, Rasulullah menganjurkan kita untuk menjenguk orang sakit. Masyaallah.


So, kalau mau lihat cinta sejati dan belajar banyak tentang kehidupan. Sesekali mainlah ke rumah sakit. Kesia-sia hidup (mungkin) akan sirna, diganti dengan kesyukuran (yang mungkin juga) selama ini terlupakan.

Wallahua'lam.

Saat Gerimis, 09.50 WIB.

Tidak ada komentar: