Laman

Jumat, 21 November 2014

Lebih Sayang Istri Atau Anak?


Halo semua, kali ini pengen nge-share tulisan yang sedikit berbeda. Tentang pernikahan dan keluarga. Buat yang masih jomblo, jangan khawatir ini bukan diskrminasi kok, tapi bisa jadi masukan dan informasi untuk berumahtangga kelak. So…jangan galau teruss mending baca tulisan ini sampai tuntas..hehehe

Jadi, hari ini di kampus aku dan temen-temen ngediskusiin tentang perkembangan kepribadian dan kognitif anak. Faktor utama yang mempengaruhi adalah hereditas dan keluarga. Yap, keluarga memberi pengaruh besar dalam perkembangan seorang anak. Keluarga adalah tempat pertama seorang anak belajar dan meniru, dalam hal ini keluarga khususnya orang tua yang menjadi sumber utama pengetahuan dan informasi yang diterima dan dipelajari oleh anak. Pembahasannya seru banget dari mulai yang masih single, jomblo sampai yang sudah berkeluarga ikut komentar. Diantara kami yang belum berkeluarga, sudah pasti yang sudah berkeluarga memberikan komentar baik dan bijak, kayak Pak Charles, Pak Pribadi dan Ibunda Ani Yudhoyono (eh..salah!) Ibu Ani Rushaidah Maksudnya.



Orang tua harus bisa menjadi sekolah pertama bagi anaknya. Khususnya SUAMI, dimana suami harus menjadi pemimpin dan kepala keluarga yang baik, bertanggung jawab penuh atas istri dan anaknya. Dalam hal mendidik anak, Suami seharusnya ada dibarisan terdepan, jangan malah lari dari tanggung jawab dengan hanya “menitipkan” anak di playgroup atau PAUD. Tapi bagaimana mengatur dan membagi waktu dan tetap peduli dengan pendidikan anak sebagai jalan agar tetap mendidik dan berkomunikasi dengan baik dengan anak. Oleh karena itu, menjadi orang tua itu harus berpendidikan, baik suami ataupun istri. Makanya kenapa sebelum menikah, seseorang harus memperbaiki diri menjadi pribadi yang lebih baik secara kualitas sikap, dan ilmu dunia-akhirat. Tujuannya ya itu…agar bisa ngedidik istri dan anak. Tanggung jawabnya berat loh, ga hanya di dunia tapi di hadapan Allah kelak. (prepare your self guys!)

Nah, jam kuliah selesai tanpa terasa. Kelas bubar dan kami menuju tempat kuliner untuk mengisi perut. Nah, disana diskusi tetap kita lanjutnya hanya dengan beberapa teman. Intinya sama tentang pernikahan dan keluarga.

Pak Charles memulai diskusi dengan betapa pentingnya peran seorang Ayah. Dalam beberapa penelitian terbukti bawa disfungsi peran Ayah menjadi penyebab utama masalah dalam keluarga, seperti: kenakalan anak, anak suka menentang dan yang parahya adalah perceraian. Kenapa demikian? Seorang anak membutuhkan sosok dan kasih sayang seorang Ayah. Akan beda rasanya seorang anak yang diasuh oleh kedua orang tua lengkap dibandingkan yang hanya memiliki ibu. Disfungsi peran ayah disini bukan hanya berarti ketidakhadiran seorang ayah dalam keluarga, tetapi walau ada sosok ayah dalam keluarga tetapi tidak memiliki peran (ga peduli) terhadap anak istri.

Terkadang seorang suami atau ayah melupakan tanggung jawabnya dalam hal mendidik anak. Ayah bertugas mencari nafkah dan ibu bertugas mendidik anak. Seolah-olah mendidik dan menjaga anak adalah tanggung jawab ibu semata, karena Ayah sudah terlalu capek bekerja jadi ga ada waktu untuk mengurus keluarga bahkan anak. Terkadang ada suami yang ketika dirumah ga beres dan anaknya ga beres, istri yang disalahkan. Padahal mendidik dan mengurusi anak itu kan tanggung jawab bersama, kan itu anak mereka berdua, bukan anak istrinya doang. Karena sebenarnya kolaborasi antara Ayah dan Ibu sangat penting dalam perkembangan anak, baik secara psikis dan emosional anak.



Di kita itu seperti sudah membudaya (kebanyakannya loh)bahwa keromantisan suami istri adalah diawal-awal menikah. Setelah punya anak, suami atau istri lebih sayang kepada anak dibandingkan kepada pasangannya. Jadi seolah-olah keromantisan diawal pernikahan sirna. Ga ada lagi panggilan sayang, waktu berdua dan kehangatan sesama pasangan. Keadaan kaya gini bisa menghilangkan keromantisan dan kedamaian dalam keluarga. (dan ini jadi salah satu alasan buat selingkuh, mencari kehangatan dan cinta kasih ditempat lain, pada ga mau kan? Makanya sayangi suami atau istri anda!)

Ketika suami dihadapkan pada kenyataan bahwa harus memilih Istri atau anak yang harus diselamatkan, yang mana harus dipilih suami? Mungkin sebagian kita akan menjawab akan memilih istri karena mungkin anak bisa dikasih lain sama yang Maha Kuasa.

Tapi sebenarnya, inti jawaban dari pilihan tersebut adalah “saya lebih memilih istri saya karena dulu ketika kami menikah, saya yang memilih dia dan mengikat janji bersamanya untuk hidup dalam suka dan duka”. Ketika harus mendahulukan mertua atau istri, tentu istri adalah pilihan utama. Kenapa? Karena ketika menikah, saja mengikat janji berdua dengan istri, bukan dengan mertua. Tapi dalam norma sosial, tentu kita akan memilih menyelamatkan dua-duanya selama kita bisa.

Aku sendiri merinding mendengar kata-kata Pak Charles: ketika kami menikah, saya yang memilih dia dan mengikat janji bersamanya untuk hidup dalam suka dan duka”. Kata-kata itu terdengar simple, tapi penuh makna. JANJI SUCI PERNIKAHAN! Terkadang banyak suami yang melupakan hal ini, padahal ini merupakan hal yang sacral yaitu janji suci di hadapan Allah dan akan dimintai pertanggungjawaban.

Bagaimana bisa seorang suami menjadi kasar dengan istri? Menyakiti istri?  Bahkan Selingkuh? Ketika diawal pernikahan mereka saling mencintai dan mengikat janji suci untuk selalu bersama-sama dan saling mencintai. Aku pernah baca tulisan seorang suami, dia menulis: dua kali saya menemani dan melihat seorang istri saya berjuang untuk melahirkan buah hati kami, dan saya sangat sadar bahwa seorang istri tak pantas untuk disakiti. (dalem banget guys)

Nah, inti dari tulisan ini adalah bagaimana pasangan suami-istri itu bisa saling menghargai dan menjaga cinta kasih dalam keluarga. Walau sudah mempunyai anak, kehangatan dan cinta kasih berdua harus tetap dijaga. Dalam artian, luangkan waktu sejenak dengan pasangan (suami-istri). Harus ada perbedaan antara sayang istri dengan sayang anak. Kasih sayang kepada anak sudah pasti, tetapi harus balance antara sayang anak dan istri (jangan sayang anak doang).

Bisa dianalogikan bahwa kasih sayang suami-istri itu bersifat horizontal, dan sayang kepada anak secara vertical. Sehingga dengan keadaan ini, anak akan mengerti bahwa kedua orang tuaku saling menyayangi dan cinta kasih. Sehingga, tak akan ada kata perpisahan dan perceraian.

Sebenarnya kalau ditanya, lebih sayang istri atau anak? Aku yakin setiap suami pasti punya jawaban masing-masing. Dan pastinya Cinta dan kasih dengan pasangan jangan berkurang sedikitpun, seharusnya semakin bersama semakin cinta. Tetap bertahan dalam suka maupun duka hingga berkekalan sampai Jannah-Nya.


So, luangkan waktu bersama pasangan anda (suami-istri ya, bukan pacar!) minimal seminggu sekali hanya berdua saja. Quality time bersama: jalan bareng, dinner romantis atau hanya sekedar bercanda berdua. Cukup beberapa saat tetapi bermakna dan bahagia, karena its not about quantity but quallity. So, weekend gini ada baiknya waktu diluangkan bersama keluarga dan pasangan.

So, let’s have quality time with your sweetheart!


Yang jomblo jangan manyun, lets have quality time with your family or friend. Kali aja pas ketemu keluarga besar atau silaturahmi sama teman ketemu jodohnya. #eh

Happy Weekend Guys
Bandung, 19.00 WIB

4 komentar:

Anonim mengatakan...

Huaaaa ini dalem banget mbak...

Anonim mengatakan...

Jelas sayang anak. Ada bekas istri tapi tidak ada bekas anak. Istri yg sulit diatur meski suami sudah berusaha semaksimal mungkin buat apa dipertahankan.

Unknown mengatakan...

Papa kandungku lebih sayang istri (mama tiri) dan anak adopsinya daripada aku tuh, padahal aku udah ngebuang beasiswa ke jepang buat nyenengin beliau, tapi aku dapat apa? Cuma paksaan jadi pns, jadk tukang bersih-bersih rumah, dan pengasuh anak adopsinya

Anonim mengatakan...

dalem ya... Salah satu penangkal yang baik ya ngajarin anak untuk ngaji.

semoga mbak nya sehat selalu