Laman

Minggu, 06 Desember 2015

Bener Meriah: Tempat yang Bener-Bener Ngangenin


Ini kisah perjalanan 3 tahun silam saat saya menuntaskan tugas negara (Kuliah Pengabdian Masyarakat- KPM IAIN Ar-Raniry), sebenarnya sudah ditulis jauh-jauh hari namun “tersembunyi” dalam tumpukan tulisan yang lain. Akhirnya saya menemukannya kembali. Dengan sedikit revisi siap berbagi cerita dengan kalian semua. Here we go...

Bener Meriah adalah salah satu destinasi wisata di Provinsi Aceh. Merupakan kabupaten baru pecahan dari Kabupaten Aceh Tengah. Terletak di pedalaman Aceh sekitar 6 jam perjalanan darat dari pusat Banda Aceh. Terkenal dengan wilayah “puncaknya” Aceh, karena cuacanya yang cukup dingin sehingga pelancong yang datang kesana harus menggunakan jaket yang tebal. Selain itu Bener Meriah adalah salah satu wilayah penghasil kopi terbaik di Indonesia, walaupun belum banyak yang tau tapi komitmen pemerintah dan masyrakat terus dikembangkan ke arah kemajuan Bener Meriah.


Saat pertama menginjakkan kaki di Bener Meriah, udara dingin langsung menusuk tulang. Jika berbicara, asap keluar dari mulut. Waktu itu, saya dan teman-teman kampus tiba di sana sekitar pukul 05.00 pagi. Tepat di kawasan Simpang Balik kami melaksanakan shalat subuh berjamaah di salah satu mesjid. Sementara tubuh kami gemetar hebat setelah dibasuh dengan air wudhu.
Usai shalat kami memutuskan untuk kembali ke mobil yang parkir di depan penjual buah. Namun belum sampai di sana, perhatian beralih kepada barisan orang yang menuju ke sebuah tempat. Handuk bersandang di bahu mereka, sementara tangan kanan mereka memegang timba berisi peralatan mandi. Mandi jam segini? Dengan udara sedingin ini? Kami hampir tidak percaya sebelum menemui gapura bertuliskan ’Pemandian Air Panas Wih Pesam’. Hal unik pertama yang saya temukan di sana adalah kebiasaan mandi sebelum jam 6 pagi.


Ternyata di Wih Pesam Simpang Balik terdapat dua pemandian, untuk lelaki dan perempuan. Kolam itu cukup luas, seluas lapangan badminton. Tua-muda memenuhi tempat itu, mencari kehangatan di tengah serbuan udara dingin yang menusuk tulang. Kepulan uap juga terlihat keluar dari air. Sialnya tidak ada dari kami yang bisa mandi. Ransel kami terlalu bertumpuk di dalam mobil. Jadi kami hanya bisa menikmati suasana hangat, sambil sesekali mengecipak-cipakkan air dengan jemari.

Disana kami disambut baik oleh salah seorang petani kopi asal Bener Meriah, Bapak Kawasima. Beliau mengelola kebun kopi lebih dari 6 hektar di daerah Bener Kelipah Utara, Bener Meriah. Kunjungan kami adalah untuk riset pengembangan pengelolaan dan pemeliharaan pohon kopi. Selain untuk melakukan “tugas negara”, perjalanan ini juga bentuk liburan produktif bagi kami. Mempelajari keunikan bahasa, budaya dan tatanan masyarakat, yaa...sambil nyelam minum kopi Gayo lah...hehehe).

Alangkah beruntungnya kami disambut baik dan hangat oleh masyarakat, sehangat gorengan dan secangkir kopi yang tersedia pagi itu. Fakta bahwa Bener Meriah adalah daerah penghasil kopi membuat kami penasaran ingin merasakan kopinya. Aroma khas seketika menyeruak di udara saat gelas-gelas kopi dihidangkan. Rasa kopi yang pahit-manis dalam sekejap memanjakan lidah kami. Menikmati kopi yang diseduh dengan air mendidih sangat nikmat rasanya. Apalagi udara memang sangat dingin. 

Hal unik kedua adalah bahasa, hampir semua masyarakat disana menggunakan bahasa Gayo dan jarang bisa bahasa Indonesia, jika ada itupun hanya beberapa saja yang bisa. Satupun dari kami tidak memahami satu katapun bahasa Gayo. Ya terpaksalah menggunakan bahasa isyarat atau bahasa alam..hehe. Menurut saya bahasa Gayo berbeda jauh dengan bahasa Aceh dan pengucapannya pun agak susah. Untung, Pak Kawasima menguasai bahasa Indonesia dan Bahasa Aceh, jadi kami mudah untuk berkomunikasi.

Hal unik lainnya adalah pengalaman Ngutip (memanen kopi) di kebun kopi bapak Kawasima. Perjalanan lumayan jauh terletak di jalan menuju kawasan Rambung, kami tempuh dengan sepeda motor. Jalan tidak beraspal. Kerikil-kerikil saling bergesek saat kami melintas. Debu-debu juga berterbangan. Sementara di kiri-kanan tampak pohon kopi yang berjejer rapi.

Ngutip pun dimulai. Masing-masing kami diberikan semacam tas selempang berbahan goni plastik. Instruksi ngutip tidak macam-macam: petik saja yang merah, biarkan buah kopi yang masih muda berkembang untuk waktu panen berikutnya. Pohon kopi bertekstur keras dan kuat. Cabang-cabangnya menjulang panjang ke samping. Pemetik tidak perlu kuatir cabang kopi patah saat ditarik. Hal ini tentunya cukup menguntungkan saat pekebun memetik kopi di lahan yang miring. Mereka bisa berpengangan di dahan kopi tanpa takut jatuh.

Ngutip adalah pengalaman luar biasa bagi saya. Selain bisa menikmati indahnya pemandangan, saya juga bisa mengerti perjuangan para pekebun kopi. Menanam kopi bukan perkara mudah, tanah pegunungan tidak selalu datar. Merawatnya juga tidak gampang, pekebun harus rajin membersihkan lahan dari semak sembari melakukan pemupukan. Setelah dipanen pun, buah kopi tidak bisa langsung dikonsumsi. Ia harus melewati proses pengupasan, penjemuran, penggongsengan, dan penumbukan penggilingan. Baru kemudian bisa kita nikmati di rumah atau kedai-kedai. Perjuangan para pekebun mungkin cocok dengan rasa kopi yang pahit bercampur manis.

Hasil ngutip

Selain memberikan pendapatan yang besar saat panen, saya juga merasa ngutip bisa dijadikan sebuah objek wisata. Pengalaman memanen kopi cukup menarik, terlebih bagi orang yang belum pernah melakukannya. Saya yakin, banyak wisatawan baik lokal dan mancanegara yang akan tertarik, apalagi jika akses jalan ke kebun kopi diperbaiki. Sekarang tinggal komitmen dari pemerintah setempat untuk memajukan wilayah Bener Meriah.

Hal unik lainnya adalah makanan khas masyarakat Gayo berbeda dengan masyarakat Aceh pada umumnya. Menu yang disajikan semisal agur semacam sambal terasi yang diulek dengan terong belanda, agak unik rasanya. Asam Jieng, masakan khas daratan Gayo lengkap dengan Ikan Mujair di dalamnya. Proses memasaknya juga masih menggunakan peralatan tradisional. Sambal atau dalam bahasa Gayo disebut cecah, selalu menjadi elemen wajib di setiap jamuan. Sambal mereka pedas. Cocok dengan iklim yang dingin. Tak dapat dipungkiri bahwa kuliner Bener Meriah memiliki rasa yang kaya.

Di segi pariwisata, wiiihh Bener Meriah ga kalah kerennnya dengan wilayah lain di Indonesia. Puncak Burni Telong yang berdiri dengan tegapnya menggugah para pendaki untuk sampai diatasnya. Di ketingian Burni Telong, hamparan pohon pinus memanjakan mata Anda Inilah satu-satunya gunung berapi aktif di dataran tinggi Gayo, Aceh Tengah dan Bener Meriah. Air terjun, pemandangan asri, sungai dan wisata alam lainnya belum banyak yang tau, sebagian “Syurga dunia” tersembunyi disini.

(Air Terjun Bener Meriah
sumber: ismuhagayo.blogspot.com)

Akhirnya, berada di daerah yang tidak pernah kita kunjungi adalah sebuah pengalaman menarik. Memang banyak yang berbeda: bahasa, budaya, makanan, dan iklim. Tapi satu pesan saya: nikmati saja keindahan yang ada. Liburan Tahun Baru ini dapat Anda habiskan dengan berkunjung ke Bener Meriah. Anda dapat menempuh perjalanan darat selama 6 jam dari Banda Aceh. Meski jauh, tapi perjalanan Anda akan dibalas dengan impas oleh alam dan budaya yang luar bisa indah di daratan tinggi Gayo.

Tidak ada komentar: