Setiap
senin dan kamis saya rutin ke RSU Cut Mutia Lhokseumawe, menemani ayah “hemodialisa” alias cuci darah. Beliau
sudah hampir empat tahun “terpaksa” menggunakan “ginjal pengganti” untuk
mensterilkan segala racun dalam tubuh. Biasanya mamak yang menemani, saat liburan seperti , saya sepenuhnya mengemban tugas.
Rutinitas
ini memberikan banyak sekali pelajaran berarti, baik ilmu medis (tentang
hemodialisa khususnya) bahkan ilmu yang tak pernah saya dapatkan dalam bangku
kuliah maupun seminar-seminar sekalipun. Salah satunya tentang ketulusan dan
kesetiaan pasangan (suami/istri) dan kepedulian keluarga. Pasien gagal ginjal
misalnya, mereka itu datang dari berbagai usia (mulai dari anak-anak hingga
manula). Setiap 2x/minggu cuci darah, sudah tak bisa melakukan kerja yang
berat-berat, tak boleh kecapean, tak boleh banyak minum, kulitnya menjadi hitam
legam, kadang mengalami gatal-gatal luar biasa, bahkan susah memiliki keturunan
dan lain sebagainya.
Nah,
saya melihat banyak pasangan muda (baik istri/suami yang mengidap) yang belum
memiliki keturunan, terkadang juga dikasari dan dimarahi (biasanya pasien HD
itu darahnya tinggi), tapi luar biasanya (istri/suami) tetap setia bersama.
Padahal jika dilihat, pasanganya sudah tak mampu menafkahi secara batin,
mungkin juga secara lahir (materi). Dengan sikon ini, bisa saja kan mereka
pergi, meninggalkan pasien yang sudah tak bisa diandalkan tak bisa dibanggakan?
Namun, pasangan mereka senantiasa setia. Menurut saya itu wooww
sekali...warbiyasah!
Lebih
parah lagi, kisah ini bisa ditemukan di ruang IGD ataupun ICU. Disana pasien
sudah tergolong sekarat. Ditubuhnya dipasang alar-alat medis, nafas
tersenggal-senggal dan tak sadarkan diri. Tapi, senantiasa ada pasangan dan
anak yang menunggu. Menunggu sadar dari koma, menunggu keajaiban dari Tuhan.
Meski banyak yang menghembuskan nafas terakhir disana.
Adakah
yang lebih tulus dan setia dari mereka para keluarga pasien? Adakah yang lebih
sabar dan ikhlas dari mereka?
Cinta
sejati itu tak hanya ada dalam film korea, komik bahkan novel. Tapi bisa kita
temukan dekat sekali dengan kita. Jika ingin melihat ketulusan dan kesempurnaan
cinta, datanglah ke rumah sakit. Lihatlah di ruang ICU, IGD, ruang inap.
Disanalah cinta sebenar-benar dan setulus-tulusnya.
Cinta
sejati adalah mereka yang mau menemani saat masa-masa kritis, mereka yang ada
untuk menyemangati, mereka yang sangat optimis untuk kesembuhan, mereka yang
membersihkan kotoran yang berceceran dimana-mana, mencuci pakaian yang sudah
berlumuran darah atau kotoran, sabar memijit dan menyuapi, sabar menunggu siang
malam saat koma dan mereka yang tetap menggenggam erat tangan dan mentalqinkan
saat Izrail datang. Mereka yang memperjuangkan cinta sehidup sesurga.
Kita
bisa belajar dari sabarnya mereka, setianya mereka, kuatnya mereka merawat.
Juga belajar dari kepedulian keluarga. Saat seperti ini keluarga dan kolega
harus berperan penting untuk menguatkan pasien. Karena sesungguhnya, “Tanpa keluarga, obat terasa tak berguna”. Sebab
itulah, Rasulullah menganjurkan kita untuk menjenguk orang sakit. Masyaallah.
So,
kalau mau lihat cinta sejati dan belajar banyak tentang kehidupan. Sesekali
mainlah ke rumah sakit. Kesia-sia hidup (mungkin) akan sirna, diganti dengan kesyukuran (yang mungkin juga) selama ini terlupakan.
Wallahua'lam.
Saat Gerimis, 09.50 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar