Halo semua, kali
ini pengen nge-share tulisan yang sedikit berbeda. Tentang pernikahan dan keluarga.
Buat yang masih jomblo, jangan khawatir ini bukan diskrminasi kok, tapi bisa
jadi masukan dan informasi untuk berumahtangga kelak. So…jangan galau teruss
mending baca tulisan ini sampai tuntas..hehehe
Jadi, hari ini di
kampus aku dan temen-temen ngediskusiin tentang perkembangan kepribadian dan
kognitif anak. Faktor utama yang mempengaruhi adalah hereditas dan keluarga.
Yap, keluarga memberi pengaruh besar dalam perkembangan seorang anak. Keluarga adalah
tempat pertama seorang anak belajar dan meniru, dalam hal ini keluarga
khususnya orang tua yang menjadi sumber utama pengetahuan dan informasi yang
diterima dan dipelajari oleh anak. Pembahasannya seru banget dari mulai yang
masih single, jomblo sampai yang sudah berkeluarga ikut komentar. Diantara kami
yang belum berkeluarga, sudah pasti yang sudah berkeluarga memberikan komentar baik
dan bijak, kayak Pak Charles, Pak Pribadi dan Ibunda Ani Yudhoyono (eh..salah!)
Ibu Ani Rushaidah Maksudnya.
Orang tua harus bisa
menjadi sekolah pertama bagi anaknya. Khususnya SUAMI, dimana suami harus menjadi pemimpin dan kepala keluarga yang
baik, bertanggung jawab penuh atas istri dan anaknya. Dalam hal mendidik anak,
Suami seharusnya ada dibarisan terdepan, jangan malah lari dari tanggung jawab
dengan hanya “menitipkan” anak di playgroup atau PAUD. Tapi bagaimana mengatur
dan membagi waktu dan tetap peduli dengan pendidikan anak sebagai jalan agar
tetap mendidik dan berkomunikasi dengan baik dengan anak. Oleh karena itu, menjadi
orang tua itu harus berpendidikan, baik suami ataupun istri. Makanya kenapa sebelum
menikah, seseorang harus memperbaiki diri menjadi pribadi yang lebih baik secara
kualitas sikap, dan ilmu dunia-akhirat. Tujuannya ya itu…agar bisa ngedidik
istri dan anak. Tanggung jawabnya berat loh, ga hanya di dunia tapi di
hadapan Allah kelak. (prepare your self
guys!)
Nah, jam kuliah
selesai tanpa terasa. Kelas bubar dan kami menuju tempat kuliner untuk mengisi
perut. Nah, disana diskusi tetap kita lanjutnya hanya dengan beberapa teman.
Intinya sama tentang pernikahan dan keluarga.
Pak Charles memulai
diskusi dengan betapa pentingnya peran seorang Ayah. Dalam beberapa penelitian
terbukti bawa disfungsi peran Ayah menjadi penyebab utama masalah dalam
keluarga, seperti: kenakalan anak, anak suka menentang dan yang parahya adalah
perceraian. Kenapa demikian? Seorang anak membutuhkan sosok dan kasih sayang
seorang Ayah. Akan beda rasanya seorang anak yang diasuh oleh kedua orang tua
lengkap dibandingkan yang hanya memiliki ibu. Disfungsi peran ayah disini bukan
hanya berarti ketidakhadiran seorang ayah dalam keluarga, tetapi walau ada
sosok ayah dalam keluarga tetapi tidak memiliki peran (ga peduli) terhadap anak
istri.
Terkadang seorang
suami atau ayah melupakan tanggung jawabnya dalam hal mendidik anak. Ayah bertugas
mencari nafkah dan ibu bertugas mendidik anak. Seolah-olah mendidik dan menjaga
anak adalah tanggung jawab ibu semata, karena Ayah sudah terlalu capek bekerja
jadi ga ada waktu untuk mengurus keluarga bahkan anak. Terkadang ada suami yang
ketika dirumah ga beres dan anaknya ga beres, istri yang disalahkan. Padahal
mendidik dan mengurusi anak itu kan tanggung jawab bersama, kan itu anak mereka
berdua, bukan anak istrinya doang. Karena sebenarnya kolaborasi antara Ayah dan
Ibu sangat penting dalam perkembangan anak, baik secara psikis dan emosional
anak.
Di kita itu seperti
sudah membudaya (kebanyakannya loh)bahwa keromantisan suami istri adalah
diawal-awal menikah. Setelah punya anak, suami atau istri lebih sayang kepada
anak dibandingkan kepada pasangannya. Jadi seolah-olah keromantisan diawal
pernikahan sirna. Ga ada lagi panggilan sayang, waktu berdua dan kehangatan sesama
pasangan. Keadaan kaya gini bisa menghilangkan keromantisan dan kedamaian dalam
keluarga. (dan ini jadi salah satu alasan buat selingkuh, mencari kehangatan
dan cinta kasih ditempat lain, pada ga mau kan? Makanya sayangi suami atau
istri anda!)
Ketika suami
dihadapkan pada kenyataan bahwa harus memilih Istri atau anak yang harus
diselamatkan, yang mana harus dipilih suami? Mungkin sebagian kita akan
menjawab akan memilih istri karena mungkin anak bisa dikasih lain sama yang
Maha Kuasa.
Tapi sebenarnya,
inti jawaban dari pilihan tersebut adalah “saya lebih memilih istri saya karena
dulu ketika kami menikah, saya yang memilih dia dan mengikat janji bersamanya
untuk hidup dalam suka dan duka”. Ketika harus mendahulukan mertua atau
istri, tentu istri adalah pilihan utama. Kenapa? Karena ketika menikah, saja
mengikat janji berdua dengan istri, bukan dengan mertua. Tapi dalam norma
sosial, tentu kita akan memilih menyelamatkan dua-duanya selama kita bisa.
Aku sendiri
merinding mendengar kata-kata Pak Charles: ketika kami menikah, saya yang memilih dia
dan mengikat janji bersamanya untuk hidup dalam suka dan duka”. Kata-kata
itu terdengar simple, tapi penuh makna. JANJI SUCI PERNIKAHAN! Terkadang banyak suami yang melupakan
hal ini, padahal ini merupakan hal yang sacral yaitu janji suci di hadapan
Allah dan akan dimintai pertanggungjawaban.
Bagaimana bisa
seorang suami menjadi kasar dengan istri? Menyakiti istri? Bahkan Selingkuh? Ketika diawal pernikahan
mereka saling mencintai dan mengikat janji suci untuk selalu bersama-sama dan
saling mencintai. Aku pernah baca tulisan seorang suami, dia menulis: dua kali
saya menemani dan melihat seorang istri saya berjuang untuk melahirkan buah
hati kami, dan saya sangat sadar bahwa seorang istri tak pantas untuk disakiti.
(dalem banget guys)
Nah, inti dari
tulisan ini adalah bagaimana pasangan suami-istri itu bisa saling menghargai dan
menjaga cinta kasih dalam keluarga. Walau sudah mempunyai anak, kehangatan dan
cinta kasih berdua harus tetap dijaga. Dalam artian, luangkan waktu sejenak
dengan pasangan (suami-istri). Harus ada perbedaan antara sayang istri dengan
sayang anak. Kasih sayang kepada anak sudah pasti, tetapi harus balance antara sayang anak dan istri
(jangan sayang anak doang).
Bisa dianalogikan
bahwa kasih sayang suami-istri itu bersifat horizontal, dan sayang kepada anak
secara vertical. Sehingga dengan keadaan ini, anak akan mengerti bahwa kedua
orang tuaku saling menyayangi dan cinta kasih. Sehingga, tak akan ada kata
perpisahan dan perceraian.
Sebenarnya kalau ditanya, lebih sayang istri atau anak? Aku yakin setiap suami pasti punya jawaban masing-masing. Dan pastinya Cinta dan kasih dengan pasangan jangan berkurang sedikitpun, seharusnya semakin bersama semakin cinta. Tetap bertahan dalam suka maupun duka hingga berkekalan sampai Jannah-Nya.
Sebenarnya kalau ditanya, lebih sayang istri atau anak? Aku yakin setiap suami pasti punya jawaban masing-masing. Dan pastinya Cinta dan kasih dengan pasangan jangan berkurang sedikitpun, seharusnya semakin bersama semakin cinta. Tetap bertahan dalam suka maupun duka hingga berkekalan sampai Jannah-Nya.
So, luangkan waktu
bersama pasangan anda (suami-istri ya, bukan pacar!) minimal seminggu sekali
hanya berdua saja. Quality time bersama: jalan bareng, dinner romantis atau hanya sekedar bercanda berdua. Cukup beberapa saat tetapi bermakna
dan bahagia, karena its not about
quantity but quallity. So, weekend gini ada baiknya waktu diluangkan
bersama keluarga dan pasangan.
So, let’s have
quality time with your sweetheart!
Yang jomblo jangan
manyun, lets have quality time with your
family or friend. Kali aja pas ketemu keluarga besar atau silaturahmi sama
teman ketemu jodohnya. #eh
Happy Weekend Guys
Bandung, 19.00 WIB
4 komentar:
Huaaaa ini dalem banget mbak...
Jelas sayang anak. Ada bekas istri tapi tidak ada bekas anak. Istri yg sulit diatur meski suami sudah berusaha semaksimal mungkin buat apa dipertahankan.
Papa kandungku lebih sayang istri (mama tiri) dan anak adopsinya daripada aku tuh, padahal aku udah ngebuang beasiswa ke jepang buat nyenengin beliau, tapi aku dapat apa? Cuma paksaan jadi pns, jadk tukang bersih-bersih rumah, dan pengasuh anak adopsinya
dalem ya... Salah satu penangkal yang baik ya ngajarin anak untuk ngaji.
semoga mbak nya sehat selalu
Posting Komentar